
13 June 2025
Perjalanan Abadi Singo Edan di Piala Presiden: Lebih dari Sekadar Trofi, Sebuah Denyut Nadi Malang
Oleh: Sudarmaji, Perindu Sepakbola
Halo nawak para pecinta sepakbola, khususnya di bumi Arema! Bicara soal Arema FC dan Piala Presiden, rasanya seperti menelusuri kisah cinta yang tak lekang oleh waktu. Sebagai orang yang telah lama berkecimpung, atau kini lebih nyaman disebut sebagai "perindu sepakbola", saya ingin mengajak Anda menilik lebih dalam fenomena ini, bukan hanya dari sudut pandang skor akhir, tapi juga dari denyut kultural dan geliat ekonomi yang menyertainya.
*Arema FC dan Piala Presiden: Sejarah Emas yang Mengukir Memori*
Mari kita ingat kembali. Arema FC bukan hanya peserta, melainkan raja di ajang Piala Presiden. Empat kali juara! Itu bukan angka sembarangan. Momen-momen di mana Dendi Santoso dkk mengangkat trofi, selebrasi gol penentu, hingga lautan biru di stadion yang mengiringi setiap perjuangan, semuanya terukir jelas dalam ingatan kolektif. Dari edisi juara perdana di tahun 2017, hingga kembalinya gelar di tahun-tahun berikutnya yakni 2019,2022, dan 2024. Piala Presiden selalu menjadi panggung spesial bagi Singo Edan.
Apakah Anda ingat bagaimana atmosfer di Malang kala itu? Nyaris seluruh kota berpesta. Konvoi juara yang melintasi jalan-jalan utama, sorak sorai Aremania yang tak henti, hingga obrolan di warung kopi yang tak lepas dari ulasan pertandingan. Ini bukan hanya tentang sepakbola semata; ini adalah ekstasi, kegembiraan yang merasuk ke setiap sudut kehidupan masyarakat Malang.
*Bangkit dari Luka: Spirit Singo Edan Pasca-Kanjuruhan dan Dualisme Sensitif*
Namun, perjalanan Arema FC tak selalu dihiasi sorak sorai dan tawa. Kita semua tahu, duka mendalam menyelimuti bumi Arema pasca-Tragedi Kanjuruhan. Peristiwa memilukan itu meninggalkan luka yang tak terhapuskan, tidak hanya bagi keluarga korban dan Aremania, tapi juga bagi seluruh elemen klub dan masyarakat Malang. Ada trauma yang harus dihadapi, duka yang harus dipeluk, dan pertanyaan besar tentang bagaimana melanjutkan langkah.
Di tengah upaya bangkit dari tragedi, Arema FC juga terus diguncang dualisme yang sensitif. Keberadaan dua klub dengan nama Arema, meski bermain di kasta berbeda, selalu menjadi isu yang membayangi. Situasi ini acapkali menimbulkan kebingungan dan friksi, bahkan di kalangan pendukung sendiri. Ini adalah perjuangan tak kasat mata yang tak banyak diketahui, di mana klub harus tetap kokoh menjaga identitas dan marwahnya di tengah riak-riak dualisme yang terus menghantam.
Di sinilah spirit Singo Edan diuji. Klub ini menunjukkan ketangguhan luar biasa. Proses pemulihan, baik secara mental maupun fisik, berjalan tak mudah. Ada masa-masa di mana kita bertanya, mampukah Arema bangkit? Bisakah gairah sepakbola di Malang kembali menyala?
Jawabannya terbukti di lapangan. Dengan segala keterbatasan, beban psikologis yang berat, dan goncangan dualisme, Arema FC mampu bangkit. Dukungan tak putus dari Aremania, meskipun dalam suasana yang berbeda, menjadi energi utama. Klub berbenah, pemain berjuang, dan manajemen berupaya keras untuk menjaga asa.
Puncaknya, pada tahun 2024, Arema FC kembali meraih juara di turnamen yang prestisius. Ini bukan hanya sekadar trofi; ini adalah simbol kebangkitan, penawar luka, dan bukti bahwa semangat juang tak akan padam meski badai menerjang. Kemenangan ini menjadi pesan kuat: Arema itu kuat, Arema itu bersatu, dan Arema akan selalu bangkit.
*Tinjauan Kultural: Sepakbola sebagai Identitas dan Kebanggaan yang Dipertahankan*
Dari kacamata kultural, dominasi Arema FC di Piala Presiden adalah cerminan kuatnya ikatan antara klub dan Aremania. Sepakbola bagi Malang bukan sekadar hiburan akhir pekan, melainkan bagian tak terpisahkan dari identitas kota. Warna biru adalah simbol kebanggaan, dan Singo Edan adalah representasi semangat juang Arek Malang.
Kemenangan di Piala Presiden menjadi semacam "perayaan bersama" yang merekatkan seluruh elemen masyarakat. Anak-anak kecil memakai jersey kebanggaan, para pemuda berdiskusi taktis di setiap sudut, hingga para orang tua yang ikut merasakan euforia. Ini adalah tradisi, warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan, bisa dibilang, Piala Presiden adalah semacam "ritual tahunan" yang dinanti-nanti untuk menguji sejauh mana kebanggaan Arema dapat berkibar.
Referensi media lokal maupun nasional selalu mencatat betapa dahsyatnya dukungan Aremania. "Aremania Bikin Merinding!" atau "Lautan Biru Penuhi Kanjuruhan!" adalah headline yang sering kita jumpai. Ini membuktikan bahwa dukungan suporter Arema adalah fenomena kultural yang patut diacungi jempol. Bahkan pasca-Tragedi Kanjuruhan, solidaritas Aremania tetap tak tergoyahkan, sebuah bukti nyata ikatan emosional yang jauh melampaui sepakbola. Klub ini merepresentasikan jerih payah dan perjuangan untuk mempertahankan identitas dan jati diri Malang, meskipun secara terpaksa, klub ini harus rela dan ikhlas menjadi sasaran sangkaan serta tuduhan penyebab tragedi, meskipun secara objektif sepenuhnya bukan kesalahannya.
*Dampak Ekonomi: Perputaran Roda Bisnis di Balik Kesuksesan*
Nah, sekarang mari kita bicara soal perut. Di balik ingar-bingar kemenangan, ada dampak ekonomi yang signifikan. Keberhasilan Arema FC di Piala Presiden secara langsung maupun tidak langsung menggulirkan roda ekonomi di Malang.
* Peningkatan Penjualan Merchandise: Jersey, syal, topi, hingga pernak-pernik Arema lainnya laris manis bak kacang goreng. Toko-toko merchandise resmi maupun UMKM yang memproduksi atribut Arema mengalami peningkatan omset yang drastis.
* Sektor Pariwisata dan Kuliner: Setiap kali ada pertandingan besar, apalagi partai final, hotel-hotel di Malang ramai dipesan. Restoran dan kafe kebanjiran pengunjung. Para pedagang kaki lima di sekitar stadion pun turut merasakan berkah. Bayangkan saja, ribuan Aremania datang dari berbagai penjuru, tentu mereka membutuhkan akomodasi, makanan, dan minuman.
* Branding Kota Malang: Kesuksesan Arema FC juga menjadi 'iklan gratis' bagi Kota Malang. Nama Malang semakin dikenal luas di kancah sepakbola nasional, bahkan internasional. Hal ini secara tidak langsung menarik minat wisatawan dan investor untuk datang ke Malang.
* Peluang Bisnis Baru: Fenomena Arema juga memunculkan peluang bisnis kreatif. Mulai dari jasa tour & travel untuk suporter, komunitas nonton bareng dengan konsep unik, hingga produksi konten digital seputar Arema.
Menurut beberapa laporan ekonomi lokal, turnamen besar seperti Piala Presiden bisa meningkatkan perputaran uang di Malang hingga miliaran rupiah. (Contoh: Artikel di Malang Post atau Tribun Jatim yang membahas dampak ekonomi turnamen sepakbola). Ini adalah bukti nyata bahwa sepakbola adalah industri, dan Arema FC adalah lokomotifnya di Malang.
Dampak Positif bagi Klub dan Ekosistem Sepakbola Malang
Empat gelar Piala Presiden, termasuk yang diraih pasca-Kanjuruhan di tahun 2024, tentu membawa dampak positif yang masif bagi Arema FC:
* Peningkatan Reputasi dan Prestise: Arema FC semakin diakui sebagai salah satu kekuatan sepakbola nasional. Kemenangan pasca-tragedi juga menegaskan mental baja dan profesionalisme klub. Ini menarik minat pemain berkualitas untuk bergabung dan sponsor untuk berinvestasi.
* Pendapatan Klub: Uang hadiah dari juara Piala Presiden, ditambah pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise, tentu saja meningkatkan kas klub. Dana ini bisa digunakan untuk pengembangan tim, fasilitas latihan, hingga pembinaan usia muda.
* Regenerasi Pemain: Keberhasilan di turnamen ini juga menjadi motivasi bagi para pemain muda di akademi Arema. Mereka melihat langsung contoh sukses dan bercita-cita untuk mengikuti jejak seniornya.
* Pengembangan Ekosistem Sepakbola: Semakin sukses Arema FC, semakin bergairah pula ekosistem sepakbola di Malang. Banyak muncul sekolah sepakbola (SSB) baru, turnamen lokal yang semakin kompetitif, hingga semakin banyaknya media yang meliput perkembangan sepakbola Malang.
*Harapan Kembali ke Kandang dan Momentum Piala Presiden 2025: Keikhlasan Demi Marwah Bangsa*
Salah satu kerinduan terbesar yang masih membayangi adalah harapan untuk kembali bermain di tanah kelahirannya, di Stadion Kanjuruhan. Sejak pandemi COVID-19 melanda, dan diperparah pasca-Tragedi Kanjuruhan, Arema FC harus terusir dari kandang sendiri. Bermain di luar Malang adalah beban, baik secara finansial maupun emosional.
Dan kini, menjelang Piala Presiden 2025, muncul kabar bahwa gelaran hanya akan dipusatkan di Jakarta dan Bandung. Meskipun sebagai juara bertahan, Arema FC secara lumrah memiliki hak untuk menjadi tuan rumah atau setidaknya bermain di kandang sendiri, kami memilih untuk ikhlas menerimanya demi menjaga dedikasi dan reputasi klub. Kami memilih untuk tidak mendebatkannya. Ini bukan soal tempat, melainkan soal marwah.
Yang utama, marwah Piala Presiden adalah bagaimana seorang pemimpin negara respect terhadap prestasi anak bangsa dan menjadikan sepakbola sebagai alat untuk membawa nama harum negara serta sebagai alat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Klub ini, dengan segala pahit manis perjalanannya, adalah bukti nyata bagaimana sepakbola bisa menjadi lebih dari sekadar olahraga. Ia adalah wadah perjuangan, cerminan ketahanan, dan pemersatu bangsa.
Mari kita jaga semangat ini, terus mendukung Arema FC, dan bersama-sama merawat ekosistem sepakbola di Malang. Karena, sepakbola bagi kita, lebih dari sekadar permainan; ia adalah denyut nadi kehidupan, kebanggaan, dan identitas kita semua.
Salam Satu Jiwa!